Thursday, December 30, 2010

Cikal Bakal Buku 'Self Loving Theory' (12 Oktober 2006)

Saya adalah seorang manusia yang penuh cinta. Saya mencintai sepakbola, saya mencintai orangtua dan saudara-saudara saya, saya mencintai sahabat-sahabat saya, termasuk satu-satunya anjing dalam hidup saya. Tapi yang lebih saya cintai dari segalanya adalah diri saya sendiri. Bahkan, sebenarnya, saya tidak terlalu percaya ada orang yang bisa mencintai orang lain lebih dari dirinya sendiri.

Saya mencintai diri saya. Karena itu pulalah saya dengan senang hati akan bercerita tentang diri saya. Tulisan ini pasti menunjukkan bahwa saya adalah orang yang memuakkan. Tapi saya senang bila orang-orang muak pada saya. Di samping itu, saya juga adalah seorang yang menyenangkan dan saya senang bila orang senang  dengan kehadiran saya, atau karena apa yang saya lakukan. Intinya, saya mencintai diri saya tidak perduli apapun yang saya lakukan, sebabkan, akibatkan, dan orang lain rasakan. Saya egois.

Cinta saya terhadap diri sendiri seperti cinta seseorang terhadap belahan jiwanya. Seperti seorang wanita mencintai laki-laki pujaan hatinya. Di dalam hatinya hanya ada pria itu. Apapun yang pria itu lakukan, baik atau buruk, tetap terlihat baik dan sempurna di mata sang wanita. Semua kebaikannya dibesar-besarkan, semua kekurangannya dimaafkan dan dilupakan, atau malah dipandang sebagai hal yang baik, dan membuat sang wanita semakin mencintai pujaan hatinya. Begitulah cara saya mencintai diri saya. Saya mencintai semua kebaikan dan keburukan yang ada di dalam diri saya. Di dalam hati saya tidak ada lagi tempat untuk mencintai seorang belahan jiwa karena setengahnya sudah dipenuhi sepakbola dan orang-orang terdekat saya, sementara setengahnya lagi sudah dipenuhi diri saya sendiri. Tapi, sama halnya seperti wanita yang mencintai pria pujaannya sepenuh hati, kadang-kadang saya terluka dan dikecewakan oleh orang yang sangat saya cintai, yaitu diri saya sendiri. Begitu kecewanya sampai rasa cinta saya berubah menjadi kebencian. Dan itu membuat saya merasakan dua perasaan yang sama menyakitkannya: dibenci dan membenci. Saya merasakan sakit karena kebencian yang saya rasakan pada orang yang sangat saya cintai, sekaligus rasa sakit karena dibenci orang yang saya cintai, keduanya adalah diri saya sendiri. Perasaan yang sungguh kompleks.

Tapi memaafkan diri sendiri adalah hal paling mudah untuk dilakukan. Selama dosa yang dilakukan tidak merusak diri sendiri dan orang lain yang dicintai. Jadi, saya kembali mencintai diri saya seperti adanya.

Saya adalah orang yang penuh dengan cinta. Cinta menguasai seluruh kehidupan saya. Apapun yang saya lakukan adalah demi orang yang saya cintai. Karena itu, prioritas utama saya di dunia ini adalah orang yang paling saya cintai, yaitu diri saya sendiri. Dan cinta itu membuat saya rela melakukan apa saja demi mencapai yang terbaik untuk diri saya sendiri.

Saturday, December 4, 2010

Saya adalah Tokoh Utama (Monday, August 28, 2006)

Diri sendiri menjadi tokoh utama, kerabat menjadi pemeran pembantu, dan orang-orang di sekitar kita menjadi para figuran. Lihat ke sekeliling. Siapa nama penghuni rumah tiga rumah dari rumah kita? Tidak tahu. Siapa dia? Tidak tahu. Apa perkerjaannya? Tidak tahu. Mengapa rumah-rumah itu ditinggali? Tidak tahu. Tapi kalau kosong pasti aneh rasanya. Ya, karena itu harus ada pemeran figuran yang memerankan tetangga pada serial TV. Pada masa yang serba primitive, yang tinggal di sebelah rumah kita adalah A si tukang kayu, B si tukang roti, C si dukun beranak. Tapi di zaman kita hidup sekarang, mereka semua bernama tetangga. Hantu. Siapa dia? Mahluk yang menyeramkan? Orang takut padanya tanpa menyadari bahwa si hantu pernah jadi manusia juga, pernah jadi anak kecil juga, mungkin meninggal sebelum beranjak dewasa. Ia pernah menjadi manusia juga, manusia yang takut hantu. Mobil-mobil dan motor di jalan. Mereka semua figuran. Karena kita tahu hari Senin akan macet total, maka pada hari itu mereka bersama-sama bergerak lambat. Seorang pengemudi kesal saat bersinggungan dengan mobil lain. Lalu pengemudi kedua mobil bersiteru tanpa pernah saling mengenal. Dia adalah pengemudi, tokoh utama, protagonist. Pengemudi lainnya adalah pemeran pembantu yang antagonis. Pada zaman di mana semua manusia menjadi tokoh utama bagi dirinya masing-masing, semua yang bertentangan dengan tokoh utama tersebut secara otomatis akan menjadi tokoh antagonis yang selalu salah, selalu jahat, dan harus selalu kalah, tidak boleh menang. Tokoh utama harus selalu menang. Jadi, siapa yang seharusnya menang dan siapa yang seharusnya kalah? Masing-masing individu adalah tokoh utama dan juga pemeran pembantu, mungkin juga figuran. Setiap individu adalah si tokoh protagonist dan juga antagonis. Lagipula, tokoh utama tidak selalu benar dan juga tidak selalu menang. Jadi, dalam hidup ini, haruskah selalu ada yang menang dan kalah?

Bu Enny, Masa SMA, Surgaku (August 26, 2006)

Begitu bangun pagi hari ini, entah kenapa pikiranku langsung dipenuhi bayangan masa SMA. Suasana kelas, suara Bu Enny, caranya berbicara, caranya mengajar, caranya menegurku, melemparkan pertanyaan padaku. Entah kenapa setiap kali membayangkan suasana kelas saat pelajaran, yang pertama terbayang adalah pelajaran Bu Enny. Pelajaran yang paling kubenci, tapi ternyata paling berkesan. Lebih berkesan daripada semua pelajaran yang kusukai, Sejarah, Matematika, Olahraga, Fisika….

Aku masih ingat bagaimana suara Pak Gatot, Pak Katni, Pak Arbai, Bu Siwi, Bu Panca, Bu Rini, semuanya! Berikut cara mereka bicara dan mengajar, dan juga menegur atau melempar pertanyaan padaku. Aku masih ingat cara mereka berusaha melucu. Tapi aku butuh usaha untuk membayangkannya secara jelas. Akhir-akhir ini, suara Bu Enny dan flash back saat-saat beliau mengajar sering muncul secara tiba-tiba dalam pikiranku.

Intinya, kurasa aku sangat, sangat, sangat, sangat merindukan masa SMA-ku! Seringkali aku berharap bisa kembali mencuri bola dari gudang dan berlari ke lantai tiga sambil menyembunyikan bola dalam dekapanku. Lalu kutantang siapapun untuk merebut bola dariku. Jogo bonito PJ yang sangat kurindukan. Aku menyesal tidak melakukannya sejak kelas 1. Tapi aku yakin, kalaupun aku melakukannya sejak kelas 1, aku tetap tidak akan pernah puas untuk melakukannya. Aku kecanduan main bola. Aku kecanduan Jogo Bonito. Aku rindu saat-saat di mana aku tidak perlu mencari lapangan untuk bisa bermain bola. Aku rindu saat mencari teman bermain terasa begitu mudahnya.

Ya, aku rindu masa itu. Aku juga berharap bisa kembali di masa aku tertidur bosan di samping Sisi dalam setiap pelajaran. Tapi aku kaget menyadari bahwa, yang paling kurindukan dari masa SMA ternyata adalah suasana kelas yang membosankan. Dan betapa lamanya waktu berjalan, dan betapa indahnya suara bel tanda jam pelajaran berakhir. Aku rindu semuanya. Aku melakukan apapun demi membuat waktu terasa pendek. Tapi begitu pulang sekolah, begitu semua kegiatan belajar yang membosankan itu berakhir, aku sadar kalau waktuku menikmati masa SMA semakin tipis. Aku rindu segala hal yang kubenci di masa SMA.

Nah, selama ini aku tidak pernah puas akan gambaran tentang surga. Apakah surga merupakan sebuah taman indah di mana semua manusia beramal saleh bisa mendapatkan segala keinginan? Membosankan! Apakah surga merupakan padang rumput luas yang subur dan dipenuhi bunga, dan di sana aku bisa makan yang enak-enak? Membosankan! Apakah pantai dengan laut yang tenang dan burung camar berterbangan? Membosankan! Maksudku, bayangkan! Bagaimanapun surga itu, aku harus tinggal di sana selamanya bila aku cukup saleh untuk bisa masuk ke sana. Selamanya!?

Seindah apapun tempat, semudah apapun aku mendapatkan makanan enak, seenak apapun makanannya, tidak akan membuatku bahagia kalau tidak ada drama, tidak ada pertandingan sepakbola, tidak ada perjuangan untuk mencetak gol, tidak ada bahan untuk ditulis, dan tidak ada yang membutuhkan ide-ide kreatifku. Apapun surga itu, taman, pegunungan, hutan, pantai, awan, atau tempat yang belum pernah kulihat sekalipun, tidak akan pernah semenyenangkan dunia kalau di sana tidak ada dinamisme. Jadi, kupikir, surga pastilah suatu masa yang paling menyenangkan dalam hidup seseorang. Bagiku, tempat itu bukan taman, bukan padang rumput, bukan langit penuh awan, bukan pantai atau apapun. Surgaku adalah bila di akhirat sana aku kembali menikmati masa SMA-ku.

Wednesday, December 1, 2010

Pohon Pisang dan Pohon Cemara (June 28, 2006)

Hari ini saat melewati tol dan melihat deretan pepohonan di pinggir jalan, aku berpikir dengan bangga, Indonesia adalah tempat di mana pohon cemara dan pohon pisang bisa tumbuh berdampingan. Bukankah itu hebat! Pohon cemara yang biasanya hanya tumbuh di daerah bersalju dan pohon pisang yang tumbuh di daerah-daerah tropis, dan keduanya bisa tumbuh di tempat yang sama di Indonesia. Masalahnya, kalau pohon yang begitu berbeda saja bisa hidup berdampingan, mengapa sesama manusia Indonesia bisa saling terpecah belah hanya karena sedikit perbedaan?

Apa Dampak Negatif Globalisasi, Teknologi, dan Modernisasi? (June 26, 2006)

Hmm…, aku suka sekali Bahasa Inggris 3 karena kami tidak pernah menulis, selalu saja bicara, bicara, dan bicara. Jelas jauuuuuh… sekali lebih enak dibanding Bahasa Inggris 1 dan 2 yang sama sekali tidak ada kesempatan bicara di depan kelas. Sebaliknya, dalam kedua kuliah menyebalkan itu, kami harus menuliiis terus menerus sampai tangan rasanya mau lumpuh!

Mending suruh nulis isi hati atau menulis tentang diri sendiri! Ini nggak! Nulisnya cuman kuis-kuis yang pertanyaannya seputar wacana-wacana yang buatku sih sama sekali nggak menarik! Wacananya tuh yang tentang teknologi-teknologi gitu! Paling temanya itu-itu aja! Teknologi, globalisasi, teknologi, globalisasi! Mending ditanya, apa pendapat kami tentang kedua hal itu! Tapi ini, kami malah harus menjawab pertanyaan tentang apa yang kami dapat dari wacana membosankan tentang dua hal membosankan tersebut!

Yah! Sebutlah aku tolol, dangkal, bodoh, pemalas, atau apa! Tapi aku memang benar-benar tidak perduli pada dua hal berbau modernisasi tersebut! Dua hal itu sampah! Tidak menarik sama sekali! Mengapa aku jadi curhat dan menumpahkan segala unek-unekku tentang dua hal itu ya? Padahal mulanya aku hanya sedang bercerita tentang kelas Bahasa Inggris 3 yang menyenangkan. Hmm…, mungkin karena aku kesal saja. Materi pelajaran apapun jadi tidak menarik lagi karena semuanya jadi dihubungkan dengan globalisasi, teknologi, dan modernisasi.

Pertanyaannya paling-paling itu-itu lagi: “Apa dampak positif dan negative dari globalisasi?” “Apa dampak positif dan negative dari teknologi?” “Apa dampak positif dan negative dari modernisasi?” Aku hanya punya satu jawaban untuk ketiga pertanyaan itu: “Ketiganya mempunyai dampak negative yang sama: materi pelajaran apapun jadi membosankan dan memuakkan!”

Aku orang yang sangat selfcentered dan egocentric (May 22, 2006)

Aku orang yang sangat selfcentered dan egocentric. Sejak dulu aku menyadarinya.

Aku suka membaca, tapi lebih suka menulis. Aku suka menonton pameran seni, tapi aku lebih suka menciptakan karya seniku sendiri. Aku suka main bola, tapi tidak suka nonton orang lain bermain bola. Jadi, satu-satunya hal yang paling kunikmati adalah menulis bacaanku sendiri, mengagumi hasil karyaku sendiri, dan memuji keindahan permainanku sendiri.

Monday, November 29, 2010

Menggambarkan Rasa Sayangku pada Bulbul (May 22, 2006)

Seperti inikah rasanya punya anak? Matanya adalah mata paling indah dan teduh yang pernah kulihat. Ekspresi wajahnya adalah yang paling lucu dan menggemaskan yang pernah kulihat. Wujudnya adalah wujud terindah yang pernah kulihat. Setiap kali melihatnya, perasaanku berbunga-bunga. Setiap saat aku selalu ingin bersamanya. Setiap kali bertemu dengannya, kelelahanku, seberat apapun, hilang begitu saja. Setiap kali melihatnya tidur, hatiku damai bukan main. Aku tak berani menimbulkan suara sekecil apapun, takut mengganggu tidurnya yang nyenyak. Aku tidak pernah bisa marah padanya karena ia memang tidak pernah membuatku marah. Aku hanya marah kalau ia mulai membuatku khawatir akan keselamatannya. Kadang aku marah karena ia merepotkanku. Tapi itu hanya sesaat. Kemarahanku itu menghilang dalam hitungan detik. Aku sedih saat ia tidak mau makan. Aku sedih saat ia meninggalkanku, mengacuhkanku walaupun aku berusaha sekuat tenaga untuk menarik perhatiannya. Aku rela melakukan apapun demi membuatnya bahagia. Aku selalu berharap ia bertumbuh besar dan sehat. Setiap hari aku berharap ia tumbuh semakin besar dan semakin besar lagi. Saat melihatnya dengan anak lain seusia atau lebih tua darinya, aku selalu membandingkan dan menjadi begitu bangga karena melihat anakkulah yang bertubuh paling besar. Namun di mataku, ia akan tetap dan selalu menjadi bayiku yang kecil mungil dan tidak pernah tumbuh besar. Ialah yang paling pintar, sikapnya paling baik, tingkah lakunya paling santun, suaranya paling merdu, langkahnya anggun dan gagah. Kalau mau ditambahkan terus, tulisan ini tidak akan pernah ada habisnya. Aku tidak pernah bisa berhenti mengaguminya. Sebau apapun tubuhnya karena belum mandi berhari-hari, bagiku, tetap saja aroma tubuhnya adalah aroma paling harum di hidungku. Walaupun aku begitu jijik pada air seni dan air liur, tapi tidak masalah bagiku terkena air seni dan air liur dari mulutnya yang indah. Semua perasaan itu kurasakan pada Bulbul. Anakku. Sampai kapanpun ia akan tetap terlihat seperti anjing kecil bagiku.